Senin, 10 April 2017

Model Etika dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etika Manajerial



A.    Immoral Manajemen
Immoral menurut Concise Oxford Dictionary adalah sesuatu yang bertentangan dengan moralitas yang baik, secara moral buruk, tidak etis. Immoral merupakan  tindakan tidak bermoral yang dilakukan oleh seseorang walaupun orang tersebut sudah mengetahui bahwa hal tersebut memang salah dan tetap melakukannya.
Immoral manajemen adalah tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.

Contohnya : Pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji di bawah upah minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan pemegang hak cipta, dan sebagainya.

B.    Amoral Manajemen
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta) yang lama tidak terdapat “amoral” atau “immoral”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru tidak dimuat “immoral”, tapi terdapat kata “amoral” yang dijelaskan sebagai “tidak bermoral, tidak berakhlak” dan diberi contoh “Memeras para pensiunan adalah tindakan amoral”. Penjelasan ini memang sejalan dengan apa yang kadang kala dapat kita baca atau dengar, tapi sulit juga untuk dipertahankan karena bercampuraduk amoral dan immoral sebagaimana dipakai dalam bahasa Inggris serta banyak bahasa modern lain dan akhirnya berasal dari bahasa latin. Kata “amoral” sebaiknya diartinya sebagai “netral dari sudut moral” atau “tidak mempunyai relevansi etis”.
Amoral adalah tindakan tidak bermoral yang dilakukan oleh seseorang karena kurangnya pengetahuan, memiliki kelainan, atau belum cukup umur.
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu :
1.      Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas.
2.      Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :
Bisnis adalah suatu bentuk persaingan yang mengutamakan dan mendahulukan kepentingan ego-pribadi. Bisnis diperlakukan seperti permainan (game) yang aturannya sangat berbeda dari aturan yang ada dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang tak mengenal “values” yang menghasilkan segala cara.
Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara “moral mereka” (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu merupakan sesuatu yang ”wajar’ menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi “agen moral” karena mereka menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.

Contohnya : Penjual cabai yang mengharapakan laba atau keuntungan yang besar sehingga mereka melakukan tindakan bisnis amoral dengan cara mempermainkan timbangan. Contoh jika seorang ibu membeli cabai ke pedagang tersebut sebanyak 1 kilogram tetapi cabai yang didapat oleh si ibu hanya 9 ons. Kesimpulannya ada tindakan bisnis amoral yang dilakukan oleh si pedagang cabai, pedagang ingin mendapatkan laba atau keuntungan yang besar dengan tindakan yang tidak bermoral.

C.     Moral Manajemen
Menurut Merriam Websterr moral adalah mengenai atau berhubungan dengan apa yang benar dan salah dalam perilaku manusia, dianggap benar dan baik oleh kebanyakan orang sesuai standar perilaku yang tepat pada kelompok atau masyarakat tersebut. Sementara menurut Zainuddin Saifullah Nainggolan mooral adalah suatu tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku seseorang dan masyarakat.
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.

Contohnya : Bangsa Indonesia dapat hidup berdampingan dengan bermacam-macam suku, adat, ras, budaya dan agama tanpa saling melecehkan satu sama lain, hal tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki moral yang baik.

D.    Sumber Nilai Etika
1.      Agama
Banyak ajaran dan paham pada masing-masing agama. Dengan maksud pengertian agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai.
Bermula dari buku Max Weber The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism (1904-5) menjadi tegak awal keyakinan orang adanya hubungan erat antara ajaran agama dan etika kerja, atau anatara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi. Etika sebagai ajaran baik-buruk, slah-benar, atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham dalam ekonomi Barat menunjuk pada kitab Injil (Bibble), dan etika ekonomi yahudi banyak menunjuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam termuat dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang muat dalam Al-Qur’an.
Etika bisnis menurut ajaran Islamdigali langsung dari Al Quran dan Hadits Nabi. Dalam ajaran Islam, etika bisnis dalam Islam menekakan pada empat hal Yaitu : Kesatuan (Unity), Keseimbangan (Equilibrium), Kebebasan (FreeWill) dan tanggung jawab (Responsibility). Etika bisnis Islam menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran dan keadilan, sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembangan semangat kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam perusahaan yang islami gaji karyawan dapat diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi dan karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan perusahaan meningkat. Buruh muda yang masing tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi disbanding rekan-rekannya yang muda.

E.      Fislosofi
Pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang. Arti Filosofi yaitu studi mengenai kebijaksanaan, dasar-dasar pengetahuan dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan. Filosofi memberi pandangan dan menyatakan secara tidak langsung mengenai sistem keyakinan dan kepercayaan. Setiap filosofi individu akan dikembangkan dan akan mempengaruhi perilaku dan sikap individu tersebut. Seseorang akan mengembangkan filosofinya melalui belajar dari hubungan interpersona, pengalaman pendidikan formal dan informal, keagamaan, budaya dan lingkungannya.

F.      Budaya
Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar. Budaya adalah suatu sistem nilai dan norma yang diberikan pada suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati atau disahkan bersama-sama sebagai landasan dalam kehidupan (Rusdin, 2002).
Ciri khas utama yang paling menonjol yaitu kekeluargaan dan hubungan kekerabatan yang erat. Definisi budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik , adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian , bangunan dan karya seni . Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar, dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

G.      Hukum
Menurut Plato hukum merupakan sebuah peraturan yang teratur dan tersusun dengan baik serta juga mengikat terhadap masyarakat maupun pemerintah. Biasanya hukum dibuat setelah pelanggaran-pelanggaran terjadi dalam komunitas. Arti hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan mereka yang akan dipilih.
Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. Filsuf Aristotle menyatakan bahwa “sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.”

H.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etika Manajerial
1.      Leadership
Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan “pemimpin”.
Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan – khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang , sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan. (Kartini Kartono, 1994 : 181).
Kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi memotivasi dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi (House et. Al., 1999 : 184). Menurut Handoko (2000 : 294) definisi atau pengertian kepemimpinan telah didefiinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Ada tiga implikasi penting dari definisi tersebut, antara lain :
1.      Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain, bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpinan, para anggota kelompok membantu menentukan status/kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang manajer akan menjadi tidak relevan.
2.      Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan-kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui sejumlah cara secara tidak langsung.
3.      Ketiga, pemimpin mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat memepengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya.

I.      Strategi dan Performasi
Performansi adalah cacatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. (Bernandin & Russell). Sedangkan yang dimaksud dengan penilaian performansi adalah suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya. (Kae E. Chung & Leon C. Megginson).
Tujuan dari penilaian performansi terbagi atas dua macam, yakni :
1.      Untuk me-reward performansi sebelumnya, dan
2.      Untuk memotivasikan perbaikan performansi pada yang waktu yang akan datang.
Ada 2 syarat utama yang diperlukan untuk melakukan penilaian performansi yang efektif, yaitu:
1.      Adanya kriteria performansi yang dapat diukur secara objektif.
2.      Adanya objektifitas dalam proses evaluasi.
Pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang buruk akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.

J.      Karakter Individu
Merupakan suatu proses psikologi yang mempengaruhi individu dalam memperoleh, mengkonsumsi serta menerima barang dan jasa serta pengalaman. Karakteristik individu merupakan faktor internal (interpersonal) yang menggerakan dan mempengaruhi perilaku individu.
Menurut James (2004 : 87) “karakteristik individu adalah minat, sikap dan kebutuhan yang dibawa seseorang didalam situasi kerja.” Minat adalah sikap yang membuat seseorang senang akan obyek kecenderungan atau ide-ide tertentu. Hal ini diikuti dengan perasaan senang dan kecenderungan untuk mencari obyek yang disenangi itu. Minat mempunyai kontribusi terbesar dalam pencapaian tujuan perusahaan, betapapun sempurnanya rencana organisasi dan pengawasan serta penelitiannya. Bila karyawan tidak dapat menjalankan tugasnya dengan minat gembira maka suatu perusahaan tidak akan mencapai hasil yang semestinya dapat dicapai.

K.      Budaya Organisasi
Menurut Mangkunegara (2005:113), budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Budaya organisasi juga berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
Menurut Robbins (1999 : 282) semua organsasi mempuyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya.
Gibson (1997 : 372) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut.

Tingkatan Budaya Organisasi
Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam sebuah organisasi,, dari yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai pada yang tersembunyi. Schein (dalam Mohyi 1996: 85) mengklasifikasikan budaya organisasi dalam tiga kelas, antara lain :
1.      Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi.
2.      Nilai-nilai yang mendukung
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi
3.      Asumsi dasa
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka





Sumber:

1 komentar:

  1. Beginner's Guide to Baccarat - FeBCasino
    Before you play for real money or for free, there are some things you can do. Play and win. At FEBCasino, you will febcasino find a huge number of exciting games

    BalasHapus

Pengalaman Seleksi Magang Bakti BCA dari FAME Consultant

Hallo! kenalin nama gue Ayu. Tanggal 7 Februari kemarin gue baru aja dapet panggilan interview dari FAME Consultant yang gue apply lewat...