Pasar dan Perlindungan
Konsumen
Pasar adalah tempat bertemunya
pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa.
Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan tempatnya. Ciri
khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para
konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar
harganya. Stanton, mengemukakan pengertian pasar yang lebih luas.
Pasar memiliki
sekurang-kurangnya tiga fungsi utama, yaitu fungsi distribusi, fungsi
pembentukan harga, dan fungsi promosi. Sebagai fungsi distribusi,
pasar berperan sebagai penyalur barang dan jasa dari produsen ke konsumen
melalui transaksi jual beli. Sebagai fungsi pembentukan harga, di pasar penjual
yang melakukan permintaan atas barang yang dibutuhkan. Sebagai fungsi promosi,
pasar juga dapat digunakan untuk memperkenalkan produk baru dari produsen
kepada calon konsumennya.
Perlindungan konsumen
adalah perangkat hukum
yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh,
para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan
kepada konsumen.
- Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 :
“segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
- GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a:
“ … pembangunan perdagangan
ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang
peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen,
melindungi kepentingan konsumen…”
Hukum
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia
menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih
barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan
atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya; dan sebagainya.
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
- Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
- Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
- Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Etika Iklan
Etika periklanan adalah ukuran
kewajaran nilai dan kejujuran didalam sebuah iklan. Menurut Persatuan
Perusahaan Periklanan Indoneasia (P3I), etika periklanan adalah seperangkat
norma dan padan yang mesti dikuti oleh para politis periklanan dalam mengemas
dan menyebarluaskan pesan iklan kepada khalayak ramai baik melalui media massa
maupn media ruang. Menurut EPI (Etika Pariwara Indonesia), etika periklanan
adalah ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha
periklanan yang telah disepakati untuk dihornati, ditaai, dan ditegakkan oleh
semua asosiasi dan lembaga pengembangannya.
Menurut UU periklanan
(20/PER/M.KOMINFO/5/2008) dan PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia)
Etika Periklanan Indonesia (EPI) adalah sebagai berikut:
1.
Hak Cipta, Penggunaan, penyebaran, penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain
materi atau bagian dari materi periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas
ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2.
Bahasa, Dapat dipahami oleh khalayak sasaran, dan tidak menggunakan persandian
(enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh
perancang pesan iklan
§ Tidak
menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau
kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama
§ Penggunaan
kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot,
tingkat mutu, dan sebagainya, dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari
otoritas terkait dan sumber yang otentik.
§ Penggunaan
kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah
memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang
berwenang
§ Kata-kata
”presiden”, ”raja”, ”ratu” dan sejenisnya tidak boleh digunakan dalam kaitan
atau konotasi yang negatif.
§ Tidak
menggunakan kata-kata “satu-satunya” atau yang bermakna sama
§ Kata
“gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan,
bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain
3.
Tanda Asteris (*) digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber
dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut
4.
Pencantuman Harga
§ Harga
suatu produk dicantumkan dengan jelas dalam iklan
5.
Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka
dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
6.
Janji Pengembalian Uang (warranty)
§ Syarat-syarat
pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap
§ Pengiklan
wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
7.
Tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan
kepercayaan orang terhadap takhayul
8.
Tidak boleh – langsung maupun tidak langsung – menampilkan adegan kekerasan
9.
Tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan
10. Adanya
Perlindungan Hak-hak Pribadi
11. Iklan
yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka
waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan rentang waktu tersebut.
12. Tidak
boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas
lain terhadap makanan atau minuman.
13. Penampilan
uang
§ Penampilan
dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma
kepatutan
§ Iklan
pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala
1:1, berwarna ataupun hitam-putih
§ Penampilan
uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat
terlihat jelas.
14. Kesaksian
Konsumen (testimony)
§ Pemberian
kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan
§ Kesaksian
konsumen harus merupakan kejadian yang benar- benar dialami, tanpa maksud untuk
melebih-lebihkannya.
§ Hanya
untuk produk-produk yang dapat memberi bukti kepada konsumennya dengan penggunaan
yang teratur dan atau dalam jangka waktu tertentu
15. Anjuran
(endorsement)
§ Pernyataan,
klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki
oleh penganjur.
§ Pemberian
anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu
16. Perbandingan
§ Perbandingan
langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan
dengan kriteria yang tepat sama.
§ Jika
perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu
penelitiannya harus diungkapkan secara jelas
§ Pengggunaan
data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari
organisasi penyelenggara riset tersebut
§ Perbandingan
tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak
17. Perbandingan
Harga Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan
produk, dan harus disertai dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
18. Tidak
boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung
19. Tidak
boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing. Baik meniru ikon atau
atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing
dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
20. Tidak
boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistic untuk menyesatkan
khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan
21. Tidak
boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang
bermakna sama
22. Iklan
tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas
23. Film
iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak
anak-anak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang
tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata
“Bimbingan Orangtua” atau simbol yang bermakna sama.
Multimedia Etika Bisnis
Multimedia adalah suatu sarana
(media) yang didalamnya terdapat perpaduan (kombinasi) berbagai bentuk elemen
informasi, seperti teks, graphics, animasi, video, interaktif maupun suara
sebagai pendukung untuk mencapai tujuannya yaitu menyampaikan informasi atau
sekedar memberikan hiburan bagi target audiens-nya.Multimedia sering digunakan
dalam dunia hiburan seperti game. Kata multimedia itu sendiri berasal dari kata
multi (Bahasa Latin) yang berarti banyak dan katamedia (Bahasa Latin) yang
berarti sesuatu yang dipakai untuk menyampaikan sesuatu.
Elemen dari multimedia terdiri
dari teks, graph, audio, video, and animation. Bicara mengenai bisnis
multimedia, tidak bisa lepas dari stasiun TV, koran, majalah, buku, radio,
internet provider, event organizer, advertising agency, dll. Multimedia
memegang peranan penting dalam penyebaran informasi produk salah satunya dapat
terlihat dari iklan-iklan yang menjual satu kebiasaan/produk yang nantinya akan
menjadi satu kebiasaan populer. Sebagai saluran komunikasi, media
berperan efektif sebagai pembentuk sirat konsumerisme.
Tiga pendekatan dasar dalam
merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
Utilitarian
Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh
karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat
memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak
membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
Individual
Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak
dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus
dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak
orang lain.
Justice Approach :
para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara
kelompok.
Etika
berbisnis dalam multimedia didasarkan pada pertimbangan:
Akuntabilitas
perusahaan, di dalamnya termasuk corporate governance, kebijakan keputusan,
manajemen keuangan, produk dan pemasaran serta kode etik.
Tanggung
jawab sosial, yang merujuk pada peranan bisnis dalam lingkungannya,
pemerintah lokal dan nasional,
dan kondisi bagi pekerja.
Hak dan
kepentingan stakeholder, yang ditujukan pada mereka yang memiliki andil dalam
perusahaan, termasuk pemegang saham, owners, para eksekutif, pelanggan,
supplier dan pesaing.
Etika dalam berbisnis
tidak dapat diabaikan, sehingga pelaku bisnis khususnya multimedia, dalam hal
ini perlu merumuskan kode etik yang harus disepakati oleh stakeholder, termasuk
di dalamnya production house, stasiun TV, radio, penerbit buku, media masa,
internet provider, event organizer, advertising agency, dll.
MSDM
Manajer SDM
dapat membantu mendorong budaya etis, artinya lebih dari sekedar menggantung
poster kode etik di dinding. Sebaliknya, karena pekerjaan utama profesional SDM
adalah berhubungan dengan orang, mereka harus membantu untuk mempraktekkan
etika ke dalam budaya perusahaan. Mereka perlu membantu membangun lingkungan di
mana karyawan bekerja di seluruh organisasi untuk mengurangi penyimpangan
etika.
Perencanaan
Strategi Konsep Etika
Manajemen
sumber daya manusia tidak hanya berperan sebagai penyusunan kode etik
perusahaan, merncanakan sumber daya manusia yang etis yang mampu menciptakan
nilai tambah ekonomi juga harus berperan sebagai perencanaan strategi konsep
etika.langkah-langkahnya:
1.
Menentukan standar etika yang ingin
ditanamkan.
2.
Mengindentifikasi faktor-faktor etis
kritikal yang dapat digunakan dalam mendorongnya konsep etika perusahaan.
3.
Mengindentifikasi kemampuan, prosedur,
kompetensiyang diperlukan.
4.
Mengintegrasikan konsep etika dalam
strategi bisnis yang dilakukan.
5.
Mengembangkan langkah-langkah konkret
yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan, mengawasi dan mengevaluasi
konsep etika yang dijalankan.
Implementasi Konsep
Etika Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia,
konsep etika dapat di implementasikan dalam bentuk pengawasan organisasaional
yang didasarkan pada sosialisasi aturan-aturan, memonitor perilaku dan disilpin
karyawan, serta mempengaruhi perilaku melalui pemberian hukuman bagi mereka
yang sering melanggar etika. Penerapan yang terlalu kuat pada konsep etika yang
berorentasi pada pemenuhan etika tersebut, mempunyai akibat yang kurang baik
pada outcome yang dihasilkan, karena perhatian karyawan akan tertumpu pada
usaha-usaha untuk menghindari hukuman saja. Dengan demikian, hanya akan
tercipta atmosfir dimana karyawan berusaha untuk tidak tekena hukuman,
sedangkan keinginan ataupun cita-cita untuk meningkatkan mentalitas yamg lebih
etis dan bermoral mungkin kurang dapat diwujudkan. Pemenuhan etika secara umum
dapat membantu mengurangi pelanggaran etika meskipun tidak mempunyai derajat
yang sama dengan konsep etika yang berorentasi pada penanaman nilai-nilai
etika.
Tujuan utama dalam konsep
penanaman nilai-nilai etika ini bukan untuk kedisiplinan, tetapi lebih pada
usaha-usaha untuk meningkatkan kepedulian karyawan terhadap perkembangan
nilai-nilai etika yang lebih berarti. Tujuan tersebut disosialiasasikan dengan
adanya sharing nilai-nilai etika dalam organisasi. Dalam hai ini setiap anggota
organisasi mempunyai status yang sama. Dengan begitu organisasi membawa
komitmen bersama yamg diaplikasikan secara sama pada semua anggota. Karena
karyawan mendapat perhatian atas kontribusinya, maka mereka akan merasa bangga
dengan nilai-nilai etika dalam organisasi.
Konsep penanaman nilai-nilai
etika lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas yang membantu karyawan dalam
pembuatan keputusan, menyediakan nasihat-nasihat dan konsultasi etika, serta
mendukung konsensus mengenai etika bisnis. Manajemen sumber daya manusia
mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara penanaman
nilai-nilai etika dan pemenuhan etika tersebut.
Implementasi konsep etika harus
mampu diintegrasikan dalam setiap aktivitas manajemen sumber daya manusia.
Adanya konsistensi antara kebijakan dan praktek diharapkan dapat menghindari
persepsi yang ambigu yang diterima karyawan. Sebagai contoh, jika karyawan
didorong untuk melaksanakan suatu standar etiak tertentu, tetapi standar
tersebut tidak diintegrasikan dalam standar penilaian kinerja, reward, sistem
kompensasi serta sistem manajemen sumber daya manusia lainnya, maka akan
menimbulkan perasaan ketidakadilan bagi karyawan. Dengan mengintegrasikan
program etika ke dalam fungsi-fungsi organisasional diharapkan akan menjadikan
pelaksanaan konsep etika menjadi lebih efektif.
Hak-hak yang harus dipenuhi
sebagai seorang karyawan agar konsep etika dapat menghasilkan keputusan yang
etis setiap level manajemen sumber daya manusia adalah
1.
Hak atas pekerjaan , kerja merupakan hak
asasi manusia karena dengan hak akan hidup.
2.
Hak atas upah yang adil sehingga tidak
ada diskrimanitif dalam pemberian upah.
3.
Hak untuk berserikat dan berkumpul,
dapat menjadi media advokasi bagi pekerja.
4.
Hak un tuk perlindungan keamanan dan
kesehatan.
5.
Hak untuk diproses hukum secara sah, hak
untuk diperlakukan sama.
6.
Hak atas rahasia pribadi.
7.
Hak atas kebebasan suara hati.
Walaupun hak-hak para pekerja
telah di penuhi kadang terjadi suatu permasalahan-permasalahan yang di alami
oleh para pekerja yaitu:
1.
Kolusi bentuk penyogokan yang terjadi
pada calon karyawan yang ingin naik jabatan (promosi jabatan).
2.
Lamaran peluang kerja yang mencantumkan
agama dan ras suku pada media massa.
3.
Pelatihan-pelatihan (training) yang
dilakukan hanya berdasarkan untuk mendapatkan proyek tender saja. Jadi
pelatihan dilaksanakan tidak berdasarkan kebutuhan yang ada.
4.
Pemberian hasil penilaian psikologis
(ex: psikotest) kepada seseorang yang berada di luar bidang yang berwenang.
Contohnya, pemberian hasil penilaian psikologis yang dimiliki secara otoritas
oleh bidang HRD dalam proses kegiatan rekrutmen kepada di luar bidang HRD.
5.
Pemberitahuan besaran nominal jumlah
gaji kepada pihak yang tidak berwenang.
Penjelasan dari permasalahan
diatas, problem pertama termasuk dalam permasalahan etika terkait dengan satu
diantara tiga pengertian etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), yaitu
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau bermasyarakat.
Perilaku kolusi menyogok jelas sekali merupakan tindakan jalur pintas demi
mencapai tujuannya. Jalan pintas yang dilakukan sebenarnya tidak akan menjadi
masalah jika dilakukan dalam kerangka norma kebaikan yang dapat diterima oleh
masyarakat. Namun, permasalahannya adalah jalan pintas yang digunakan
bertentangan dengan norma kebaikan yang semestinya tertera dalam kehidupan
bermasyarakat. Perjalanan untuk mencapai suatu tujuan yang baik haruslah pula
menggunakan cara yang baik. Cara yang baik itu adalah dengan memberikan usaha
yang optimal melalui kemampuan dirinya sendiri. Sehingga, promosi jabatan itu
didapat melalui keringatnya sendiri bukan berdasarkan unsur lain yang menyalahi
noma kebaikan yang berlaku.
Problem etika yang kedua
berkaitan erat dengan pengertian etika yang lain (masih dalam pengertian Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1988) yaitu, ilmu tentang yang baik dan apa yang buruk.
Norma baik yang tertanam dalam masyarakat umum adalah tidaklah etis ketika
pencantuman hal-hal yang bersifat pribadi dicantumkan dalam media massa yang
melibatkan berbagai macam kalangan pihak. Sehingga ketika pencatuman tersebut
dalam hal ini adalah ras agama ditampilkan, maka tentu menimbulkan
ketidaksukaan masyarakat akan hal tersebut. Lagi pula pencantuman kedua hal
tersebut tidaklah menjadi hal esensi dalam kompetensi yang dibutuhkan dalam
suatu pekerjaan.
Permasalahan ketiga juga
termasuk permasalahan etika dalam kategori pengertian kumpulan asas atau nilai
yang berkenaan dengan akhlak. Dalam kode etik yang ditetapkan dalam dunia SDM
tidak dibenarkan jika pelaksanaan training hanya dijalankan semata-mata untuk
proyek saja. Buat apa menghabiskan banyak uang atau mendulang banyak uang,
namun tujuan sebenarnya dari pelatihan tidaklah didapat. Jadi, pelatihan hanya
formalitas kegiatan saja. Hal itu tentu saja merendahkan martabat.pelatihan itu
sendiri. Berkaitan dengan hal itulah menurut kelompok kami, kode etik itu
ditetapkan.
Permasalahan keempat ini juga
termasuk dalam etika dalam kategori pengertian kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak. Tidak etis ketika sumber data mengenai deskripsi
psikologis yang dimiliki oleh seseorang diketahui oleh banyak pihak.
Pengetahuan akan deskripsi psikologis tersebut haruslah mempertimbangkan izin
dari orang bersangkutan yang memiliki deskripsi psikologis tersebut dan tujuan
yang jelas kenapa data tersebut dibutuhkan. Selama kedua pertimbangan tersebut
tidak ada, maka tindakan mengetahui hasil data deskripsi psikologis tersebut
tidak dibenarkan (tidak etis).
Problem kelima merupakan
permasalahan etika dalam pengertian yang sama seperti sebelumnya, yaitu
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Gaji merupakan ranah
area pribadi yang secara etis diketahui oleh orang yang bersangkutan saja dan
pihak diatas yang mengelola keuangan penggajian. Suatu hal pribadi jelas tidak
diperkenankan untuk diketahui oleh pihak lain tanpa seizin dari pihak yang
memiliki otoritas. Pemahaman itulah yang menjadi kumpulan dari nilai-nilai yang
terbentuk dalam suatu masyarakat sehingga membentuk perilaku akhlak seperti apa
yang seharusnya dilakukan.
Cara yang dilakukan oleh
manajemen untuk menyelesaikan permasalahan diatas dengan cara menciptakan
hubungan kerja yang sukses diantaranya:
1.
Membentuk komite karyawan dan manajemen.
2.
Membuat buku pegangan karyawan.
3.
Sistem pengupahan yang profesional.
4.
Menciptakan suasana kerja yang kondunsif.
5.
Menampung keluhan, saran, kritik
karyawan.
Integrasi Konsep
Etika Dengan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia
yang mempunyai peran dalam mendukung dan memberikan inisiatif dalam pelaksanaan
konsep etika perusahaan mempunyai tugas dalam mengontrol dan
mengintegrasikannya ke dalam fungsi-fungsi organisasional yang diembannya.
Implementasi konsep etika ke dalam fungsi-funsi manajemen sumber daya manusia
yaitu:
1.
Seleksi, perilaku karyawan tidak
terlepas pada karakter pribadi yang dibawanya.Seperti contoh karyawan dengan
kemampuan perkembangan moral yang tinggi akan menunjukkan perilaku dan pemikiran
yang lebih etis. Hal ini menjadi penting dalam proses seleksi karyawan karena
jika calon karyawan memiliki kemampuan perkembangan moral yang tinggi maka akan
lebih mudah menerima prinsip-prinsip moral universal dibanding karyawan yang
memiliki kemampuan perkembangan moral yang rendah. Dalam hal ini biasanya
manajemen mengunakan tes untuk mengukur kemampuan perkembangan moral untuk
menentukan kejujuran dan personalitas serta sebagia alat untuk melihat
karakteristik karyawan. Hal yang penting juga dalam prosse seleksi karyawan
yang lebih menitiberatkan pada penanaman nilai-nilai etika. Karyawan harus
mempunyai komitmen pada etika dan menjadi nyaman berbicara mengenai etika. Jika
konsep etika diintegrasikan dalam organisasi, maka calon karyawan yang dibutuhakan
adalah orang-orang yang menginginkan standar etika dapat diaplikasikan dalam
pekerjaan.
2.
Orientasi Karyawan, tujuan yang penting
dalam konsep orientasi karyawan adalah mengajarkan mereka norma-norma,
attitude, dan beliefs yang berlaku dalam organisasi. Nilai-nilai organisasi
dapat dikomunikasikan melalui presentasi formal dan secara implisit melalui
sejarah dan mitos organisasi.
3.
Training, dalam integrasi training
menanamkan nilai-nilai etika agar karyawan memilki lebih luas pengembangannya
dan aktivitas training untuk karyawan memiliki fokus yang berbeda-beda. Kareana
karyawan diharuskan untuk tahu mengenai aturan- aturan regulasi maupun
kebajikan, maka penanaman nilai-nilai etika juga harus memfokuskan pada sharing
etika antar organisasi. Training juga dapat digunakan untuk memperluas
pengetahuan karyawan dan manajer mengenai kemampuan dalam mengaplikasikan
framework etika dalam pemecahan masalah.
4.
Penilaian Kinerja, proses penilaian
kinerja juga dapat diartika sebagai perwujudan proses keadilan yang mempunyai
kriteria seperti konsisten, bebas dari bias, didasarkan pada informasi yang
akurat, dapat dikoreksi dan merupakan representasi dari kinerja yang
sebenarnya.. penilaian kinerja seharusnya dikomunikasikan dalam cara
penyampaian informasi mengenai keadilan antar individu. Karyawan seharusnya
diberikan keterangan, khususnya untuk hasil yang negatif dan mereka seharusnya
diperlakukan sesuai martabat dan rasa hormat.
5.
Reward dan Hukuman, pendekatan yang
kompleks dapat dilakukan dengan pemberian reward untuk perlakuan yang etis dan
hukuman untuk perlakukan kurang etis. Dengan adanya reward, diharapkan bahwa
tuntunan adanay perilaku yang lebih beretika tidak dianggap sebagai suatu
tambahan beban. Tentunya reward untuk perilaku yang etis dapat menjadi sesuatu
yang berlebih-lebihan. Manajemen sumber daya manusia harus menunjukkan dukungan
kepada karyawan yang menginginkan standar etika yang tinggi. Sehingga melalui
dukungan tersebut aspirasi program penanaman nilai-nilai etika dapat
dibicarakan sungguh-sungguh dan lebih berarti. Hukuman menyediakan
pembelajaraan sosial yang penting bagi karyawan untuk menjadi lebih sadar dan
mempunyai kemauan dalam menegakkan nilai-nilai dan etika organisasi. Jika perlu
tidak etis tidak perlu diberkan sanksi, maka karyawan akan beranggapan bahwa
mereka juga dapat terhindar dari hukuman.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar